4/5 Kmlnz 3 years ago on Google
(Translated
by
Google)
History
of
Blenduk
Church
Semarang
Blenduk
Semarang
Church
is
a
church
that
was
built
in
1753
and
is
one
of
the
landmarks
in
the
Old
City.
Different
from
other
buildings
in
the
Old
City
which
generally
fence
off
the
road
and
do
not
accentuate
the
shape,
this
Neo-Classical
style
building
actually
appears
in
contrast.
The
shape
is
more
prominent.
The
location
of
this
building
is
on
Jalan
Letjend
Suprapto
No
32
Kota
Lama
Semarang
and
is
named
the
GPIB
Immanuel
Church.
The
church
building
which
is
now
a
sprawling
building
with
a
single
facade
is
vertically
divided
into
three
parts.
The
number
of
floors
is
two.
This
building
faces
south.
This
church
is
still
used
for
worship
every
Sunday.
Around
this
church
there
are
also
a
number
of
other
buildings
from
the
Dutch
colonial
period
such
as
the
Marba
Building.
This
ancient
building
is
also
often
one
of
the
places
for
pre-wedding
photos.
The
Protestant
Church
which
is
commonly
called
the
Blenduk
Church,
this
name
is
given
tracing
the
shape
of
its
dome
which
in
Javanese
is
called
Blenduk
(bulging),
until
now
the
original
name
of
this
church
is
unknown.
Initially
the
church
was
built
in
1753,
in
the
form
of
a
Javanese
stilt
house,
with
a
roof
with
a
Javanese
style
architecture.
In
1787
the
house
on
stilts
was
completely
overhauled.
The
next
seven
years
there
were
changes.
In
1894,
this
building
was
rebuilt
by
H.P.A.
de
Wilde
and
W.
Westmas.
This
church
was
built
in
the
17th
century
and
has
undergone
3
renovations,
namely
in
1753,
1894
and
finally
in
2003.
Each
renovation
is
immortalized
by
the
inscription
on
the
marble
that
is
installed
under
the
alter
church.
The
renovations
did
not
change
the
characteristics
of
the
building
which
adopted
the
elegant
and
aristocratic
classical
European
architectural
style.
Blenduk
Church
has
a
regular
octagonal
or
octagonal
plan
with
a
main
hall
in
the
center,
just
below
the
dome.
At
the
top
of
the
church,
on
the
balcony
you
can
still
see
the
organ
(organ)
from
the
Dutch
era
which
is
hundreds
of
years
old.
Unfortunately,
this
organ
can
no
longer
function
as
an
accompaniment
when
the
church
congregation
sings.
(Original)
Sejarah
Gereja
Blenduk
Semarang
Gereja
Blenduk
Semarang
merupakan
Gereja
yang
dibangun
pada
1753
ini
merupakan
salah
satu
landmark
di
Kota
Lama.
Berbeda
dari
bangunan
lain
di
Kota
Lama
yang
pada
umumnya
memagari
jalan
dan
tidak
menonjolkan
bentuk,
gedung
yang
bergaya
Neo-Klasik
ini
justru
tampil
kontras.
Bentuknya
lebih
menonjol
.
Lokasi
bangunan
ini
berada
di
Jalan
Letjend
Suprapto
No
32
Kota
Lama
Semarang
dan
bernama
Gereja
GPIB
Immanuel.
Bangunan
gereja
yang
sekarang
merupakan
bangunan
setangkup
dengan
facade
tunggal
yang
secara
vertikal
terbagi
atas
tiga
bagian.
Jumlah
lantainya
adalah
dua
buah.
Bangunan
ini
menghadap
ke
Selatan.
Gereja
ini
masih
dipergunakan
untuk
peribadatan
setiap
hari
Minggu.
Di
sekitar
gereja
ini
juga
terdapat
sejumlah
bangunan
lain
dari
masa
kolonial
Belanda
seperti
Gedung
Marba.
Bangunan
kuno
ini
juga
sering
menjadi
salah
satu
tempat
untuk
foto
foto
Pre
Wedding.
Gereja
Protestan
yang
lazim
disebut
Gereja
Blenduk
nama
ini
diberikan
merunut
pada
bentuk
kubahnya
yang
dalam
bahasa
Jawa
disebut
Blenduk
(menggembung),
sampai
sekarang
nama
asli
gereja
ini
tidak
diketahui.
Mula-mula
Gereja
di
bangun
pada
tahun
1753,
berbentuk
rumah
panggung
Jawa,
dengan
atap
berarsitektur
model
Jawa.
Pada
tahun
1787
rumah
panggung
ini
dirombak
total.
Tujuh
tahun
berikutnya
diadakan
kembali
perubahan.
Pada
tahun
1894,
gedung
ini
dibangun
kembali
oleh
H.P.A.
de
Wilde
dan
W.Westmas.
Gereja
ini
dibangun
pada
abad
ke-17
dan
telah
mengalami
3
kali
renovasi,
yaitu
pada
tahun
1753,
1894
dan
terakhir
tahun
2003.
Setiap
renovasi
diabadikan
lewat
tulisan
di
atas
batu
marmer
yang
terpasang
di
bawah
alter
gereja.
Renovasi-renovasi
tersebut
sama
sekali
tidak
merubah
ciri
khas
bangunan
yang
mengadopsi
gaya
arsitektur
Eropa
klasik
yang
anggun
dan
aristokrat.
Gereja
Blenduk
memiliki
denah
octagonal
atau
segi
delapan
beraturan
dengan
ruang
induk
di
tengah,
tepat
di
bawah
kubah.
Di
bagian
atas
gereja,
tepatnya
di
balkon
masih
terlihat
organ
(orgel)
peninggalan
jaman
Belanda
yang
sudah
berusia
ratusan
tahun.
Sayang
orgel
ini
sudah
tidak
bisa
difungsikan
lagi
sebagai
pengiring
saat
jemaah
gereja
bernyanyi.