5/5 Lix JTR 0. 3 years ago on Google
Sejarah
Masjid
Sulṭan
SingapuraSunting

Masjid
Sulṭan
Singapura
ketika
pertama
dibangun
Ketika
singapura
diserahkan
ke
Inggris
pada
tahun
1819,
Temenggong
Abdul
Rahman,
penguasa
di
Pulau
Singapura
kala
itu
dan
Sultan
Hussain
Shah
dari
Johor
yang
merupakan
pemilik
pulau
Singapura
kala,
mendapatkan
sedikiti
keistimewaan
dari
Inggris
sebagai
ganti
dari
penyerahan
kekuasaan
mereka
atas
Singapura
kepada
Inggris
ketika
Thomas
Stanford
Rafles
mendirikan
negara
Singapura.
Sir
Stamford
Raffles
memberi Tumenggung dan
Sultan
tunjangan
hidup
tahunan
dan
hak
atas
Kampong
Glam
bagi
tempat
tinggal
mereka.
Daerah
Kampung
Glam
juga
di
alokasikan
bagi
orang
orang
melayu
dan
muslim.
Sultan
Husein
membangun
sebuah
istana
disana
dan
membawa
semua
keluarga
dan
semua
pengikutnya
dari
kepulauan
Riau.
Banyak
pengikut
sultan
dan
temenggung
yang
memang
berasal
dari
Riau,
Malaka
dan
Sumatra
yang
kemudian
datang
dan
menetap
di Kampung
Glam.
Sultan
Hussain
yang
kemudian
memutuskan
untuk
membangun
masjid
untuk
menyelaraskan
jawabatannya
sebagai
Sultan.
Masjid
tersebut
dibangun
tak
jauh
dari
Istananya
dimulai
pada
1824
hingga
1826.
bangunan
masjid
yang
pertama
dibangun
berbentuk
masjid
tradisional
nusantara
dengan
atap
limas
bersusun
tiga.
Dana
pembangunan
masjid
tersebut
berasal
dari
sumbangan
East
India
Company
sebesar
S$3,000
dolar
dan
donasi
dari
jemaah
muslim
setempat.[1]

Masjid
Sulṭan
Singapura
di
Kampung
Glam
Masjid
ini
dibangun
ketika
Nort
Bridge
road
belum
dibangun
melewati
wilayah
yang
kini
disebut
arab
street.
Dan
selesai
dibangun
tahun
1826
pada
saat
letnant
Jackson
menyelesaikan
pembangunan
jalan
yang
sempat
menimbulkan
ketegangan
saat
ruas
jalan
tersebut
ternyata
melewati
areal
masjid.
Pengelolaan
masjid
dikepalai
oleh
Alauddin
Shah,
cucu
Sultan
Hussain
hingga
tahun
1879.
ketika
Alaudin
Shan
Wafat
kepengurusan
masjid
di
lanjutkan
oleh
lima
pimpinan
komunitas
muslim
disana.
Tahum
1914
hak
guna
lahan
masjid
diperpanjang
lagi
oleh
pemerintah
Inggris
di
Singapura
untuk
masa
999
tahun
dimulai
dari
tahun
1914.
Saat
itu
juga
dibentuk
kepengurusan
masjid
yang
baru
atau
disebut
trustees
dengan
dua
perwakilan
dari
masing
masing
faksi
komunitas
muslim
di
Singapura
yang
terdiri
dari
Melayu,
Jawa,
Bugis,
Arab,
Tamil
dan
India
Utara
untuk
merepresentasikan
keberagaman
komunitas
muslim
di
Singapura.
Anggota
trustee
saat
itu
terdiri
dari
Syed
Abrulrahman
b
Shaik
Alkaff
and
Shaik
Abu
Baker
b
Taha
Mattar
(Arab);
Inche
Amboo'
Haji
Kamaruddin
dan
Saim
b
Abdul
Malek
(Bugis);
Hj
Wan
Abdullah
b
Omar
and
A
Jalil
bin
Hj
Haroon
(Melayu);
Hj
Mohamed
Amin
b
Abdullah
and
Hj
Mohamed
Eusofe
Hj
Mohamed
Noor
(Jawa);
Mahmood
bin
Hadjee
Dawood
and
Mohamed
b
Mahmood
Sahab
(India
Utara)
dan
Mohamed
Kassim
Marican
dan
Yavena
Sultan
Abdulcader
(Tamil).

Interior
Masjid
Sulṭan
Pada
tahun
1900an
Singapura
sudah
menjadi
pusat
perdagangan
Islam,
Masjid
Sultan
kemudian
sudah
tak
mampu
lagi
menampung
jemaah
yang
terus
berkembang
pesat.
Pada
tahun
1924,
memperingati
seratus
tahun
berdirinya
masjid
tersebut.
Pengurus
masjid
atau
trustees
menyetujui
sebuah
rencana
untuk
mendirikan
masjid
baru
yang
lebih
besar
menggantikan
bangunan
masjid
lama
di
lokasi
yang
sama.
Arsitek
Denis
Santry
dari Swan
and
Maclaren yang
merancang
masjid
baru
tersebut
untuk
dibangun
di
atas
lahan
masjid
lama
dan
lahan
tambahan
dari
keluarga
kerajaan.
Seluruh
pembiayaan
juga
di
tanggung
keluarga
Sultan
denga
kontribusi
dari
komunitas
muslim
Singapura
kala
itu
termasuk
sumbangan
botol
kaca
hijau
hijau
dari
kaum
miskin
ketika
itu.
botol
botol
yang
kemudian
di
jadikan
ornamen
bawah
kubah
masjid.
Arsitek
Denis
Santry
mengadopsi
gaya
Sarasenik
atau
gaya
Gotik
Mughal
lengkap
dengan
menara
menggantikan
masjid
lama
yang
berarsitektur
Indonesia
pada
masjid
sebelumnya.
Pembangunan
masjid
baru
tersebut
selesai
dikerjakan
tahun 1928.
Perbaikan
dilakukan
tahun
1960
untuk
memperbaikan
ruang
utama
masjid
dan
tahun
1993
masjid
Sultan
Singapura
dilengkapi
dengan
Auditorium
dan
aula
serbaguna.
Hingga
kini
masjid
sultan
Singapura
masid
berdiri
kokoh
di
tempat
dimana
dia
pertama
kali
didirikan.